Book Name:Jisme Pak Ke Mojizat

Selama pengajian berlangsung, setiap kali Nabi صَلَّى الـلّٰـهُ عَلَيْهِ وَاٰلِهٖ وَسَلَّم disebutkan, mata Abū ꜤAbd al-Raḥmān berbinar dalam kerinduan, dan hatinya menjadi gelisah. Beliau sangat rindu untuk melihat Nabi صَلَّى الـلّٰـهُ عَلَيْهِ وَاٰلِهٖ وَسَلَّم . Kegelisahan ini bertambah hingga beliau berseru, “Hatiku tidak tahan lagi! Seandainya tahun ini cepat berlalu dan musim haji tiba, maka aku bisa menyejukkan mataku dengan pergi ke Makkah dan berjumpa dengan Nabi Muhammad صَلَّى الـلّٰـهُ عَلَيْهِ وَاٰلِهٖ وَسَلَّم !”

MusꜤab bin ꜤUmair mendengar ini dan tersenyum kemudian berkata “Wahai Abū ꜤAbd al-Raḥman! Sabarlah”. Waktunya akan tiba.”

Ibnu Maslamah رَضِىَ الـلّٰـهُ عَـنْهُ , salah satu sahabat yang mengikuti pengajian, juga mulai berkata, “Hatiku tidak akan pernah tenang sampai aku melihat Nabi صَلَّى الـلّٰـهُ عَلَيْهِ وَاٰلِهٖ وَسَلَّم . Kali ini tidak bisa menunggu lama.” Setelah berkata demikian, beliau terdiam beberapa saat, hingga akhirnya terucap kata-kata ini, “Wahai MusꜤab bin ꜤUmair, jelaskan kepada kami keindahan dan penampilan Nabi صَلَّى الـلّٰـهُ عَلَيْهِ وَاٰلِهٖ وَسَلَّم .”

Sekarang lihatlah cinta, rasa hormat, kesopanan, dan tingkah laku yang luar biasa para Sahabat. MusꜤab bin ꜤUmair duduk berlutut (seperti saat shalat), menundukkan kepala, dan memejamkan mata. Beliau membayangkan Nabi صَلَّى الـلّٰـهُ عَلَيْهِ وَاٰلِهٖ وَسَلَّم , setelah itu beliau mengangkat kepalanya dan mulai untuk menjelaskan:

Rasulullah صَلَّى الـلّٰـهُ عَلَيْهِ وَاٰلِهٖ وَسَلَّم berkulit putih, dengan semburat merah halus. Matanya besar dan indah. Alisnya menyatu (tampak seperti ini jika dilihat dari jauh). Jenggotnya lebat, dadanya lebar, dan lehernya bercahaya seperti kendi perak. Terlihat beliau sedang turun dari ketinggian ketika beliau sedang berjalan. Saat berhadapan dengan seseorang, beliau menoleh ke arahnya dan dengan penuh perhatian.

Butir-butir keringat di wajahnya yang bercahaya tampak seperti mutiara putih. Beliau tidak terlalu tinggi atau pendek (tetapi tingginya sedang). Aku belum pernah melihat orang yang lebih murah hati, berani, jujur, dapat diandalkan, berhati lembut, atau lebih lembut perilakunya daripadanya, dan aku belum pernah melihat orang yang lebih baik. Aku belum pernah melihat orang seperti beliau.[1]


 

 



[1] Sahāba-i-Kirām kā Ishq-i-Rasūl, hal. 95-97