Fazail e Bait ul ALLAH

Book Name:Fazail e Bait ul ALLAH

Diberikan keimanan melalui berkah dari adab

Ratusan tahun sebelum kelahiran Nabi tercinta, Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَاٰلِهٖ وَسَلَّم , hiduplah seorang raja besar bernama Tubba’ Ḥimyarī. Ketika dia mendengar para ulama pada masa itu berbicara tentang Nabi tercinta, Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَاٰلِهٖ وَسَلَّم , maka raja itu pun menerima Nabi tercinta, Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَاٰلِهٖ وَسَلَّم sebagai Nabiyullah terakhir dan menulis surat kepadanya. Surat tersebut diwariskan dari generasi ke generasi hingga sampai kepada Sayyidinā Abū Ayyub Al Anṣārī رَضِىَ اللّٰهُ عَـنْهُ , dan beliau menyerahkannya kepada Nabi tercinta, Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَاٰلِهٖ وَسَلَّم . [1]

Nabi tercinta, Nabi Muhammad  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَاٰلِهٖ وَسَلَّم memujinya dan melarang orang-orang berbicara buruk tentangnya. [2]

Tubba’ Ḥimyarī menguasai seluruh dunia. Sebelum raja Tubba’ menerima Islam, raja Tubba’ memutuskan untuk melakukan perjalanan ke berbagai tempat untuk melihat bagaimana kehidupan masyarakat. Maka, raja Tubba’ memulai perjalanannya dengan kemegahan kerajaan. Setiap kali raja Tubba’ dan pasukannya memasuki suatu kota, mereka disambut oleh penduduknya dengan hormat. Raja Tubba’ mengumpulkan para ulama dari kota-kota yang  dikunjunginya itu dan meminta mereka untuk bergabung dengannya dalam perjalanannya. Raja Tubba’ melanjutkan perjalanan dan 100.000 ulama bergabung dengannya. Ketika raja Tubba’ bepergian ke Makkah, raja Tubba’ tidak disambut dan dihormati seperti di kota-kota lain. Raja menjadi marah dan mengungkapkan kemarahannya itu kepada menterinya, dan menteri itu pun menjawab, “Wahai raja! Ada sebuah rumah di Makkah yang masyarakatnya menyebutnya Baitullāh ( rumah Allah ). Masyarakat hanya menghormati dan menghargai rumah itu.” Hal ini hanya menyebabkan raja menjadi semakin marah. Raja Tubba’ memerintahkan pasukannya untuk menghancurkan Ka’bah suci dan membunuh penduduk kota. ( مَعَاذَ اللہ )!

Begitu raja Tubba’ memberikan perintah ini, raja merasakan sakit yang hebat di kepalanya, dan air yang berbau busuk mulai keluar dari mata, hidung dan mulutnya. Tidak ada yang sanggup berdiri di sampingnya sedetik pun. Para dokter bekerja keras untuk menyembuhkannya, namun mereka tidak dapat berdiri di sampingnya apalagi memahami penyakit apa yang dideritanya. Akhirnya, para dokter berkata bahwa mereka hanya bisa mengobati penyakit duniawi dan bukan penyakit seperti ini.

Penderitaan raja berlanjut hingga malam hari dan tidak ada yang bisa meringankan penderitaannya. Seorang ulama berkata kepada menteri, “Aku



[1] Tafsīr Ṣirāṭ Al Jinān, bagian. 25, Surah Dukhan, di bawah ayat. 37, jilid. 9, hal. 196

[2] Al MuꜤjam Al Kabir, jilid. 3, hal. 539, Hadits 5881