Aaqa Ka Safar e Meraj

Book Name:Aaqa Ka Safar e Meraj

Muqaddas, menaiki Buraq dan berangkat ke Makkah Al Mukarramah. Dalam perjalanan, Nabi Tercinta, Nabi Muhammad صَلَّی اللہُ تَعَالٰی عَلَیْہِ وَاٰلِہٖ وَسَلَّمَ   melihat kafilah Quraisy dan segala sesuatu mulai dari Baitul Muqaddas hingga Makkah. Setelah melewati semua tahapan tersebut, Nabi Tercinta, Nabi Muhammad صَلَّی اللہُ تَعَالٰی عَلَیْہِ وَاٰلِہٖ وَسَلَّمَ   sampai di Masjid Al Ḥarām dan berbaring untuk beristirahat karena sebagian besar malam masih belum berlalu.

Ketika beliau صَلَّی اللہُ تَعَالٰی عَلَیْہِ وَاٰلِہٖ وَسَلَّمَ   bangun di pagi hari dan mulai menceritakan kejadian malam itu kepada kaum Quraisy, para pemimpin Quraisy sangat terkejut. Sampai-sampai sebagian orang yang malang معاذاللہ  menyebut Nabi Tercinta, Nabi Muhammad صَلَّی اللہُ تَعَالٰی عَلَیْہِ وَاٰلِہٖ وَسَلَّمَ   sebagai pembohong dan ada pula yang mengajukan berbagai pertanyaan kepada Nabi Tercinta, Nabi Muhammad صَلَّی اللہُ تَعَالٰی عَلَیْہِ وَاٰلِہٖ وَسَلَّمَ  .

Karena sebagian besar pemimpin kaum Quraisy telah berkali-kali melihat Baitul Muqaddas dan mereka mengetahui bahwa Nabi Tercinta, Nabi Muhammad        صَلَّی اللہُ تَعَالٰی عَلَیْہِ وَاٰلِہٖ وَسَلَّمَ   belum pernah mengunjungi Baitul Muqaddas, maka sebagai ujian mereka mulai bertanya kepada Nabi Tercinta, Nabi Muhammad صَلَّی اللہُ تَعَالٰی عَلَیْہِ وَاٰلِہٖ وَسَلَّمَ   pertanyaan tentang dinding, lengkungan, dan lain-lain, dari Baitul Muqaddas. Saat itu, Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى  seketika menghadirkan gambaran keseluruhan bangunan Baitul Muqaddas ke hadapan mata Nabi Tercinta, Nabi Muhammad صَلَّی اللہُ تَعَالٰی عَلَیْہِ وَاٰلِہٖ وَسَلَّمَ  . Orang-orang kafir itu terus menerus bertanya kepadanya dan beliau صَلَّی اللہُ تَعَالٰی عَلَیْہِ وَاٰلِہٖ وَسَلَّمَ   melihat strukturnya dan terus menjawab pertanyaan mereka dengan benar.[1]

صَلُّوا عَلَی الْحَبِیْب!                                               صَلَّی اللہُ تَعَالٰی عَلٰی مُحَمَّد

Wahai para pecinta Rasulullah! Sesungguhnya, penegasan perjalanan Mi'raj mengandung ujian keimanan seseorang. Sebab, bepergian dalam keadaan terjaga, secara fisik menuju Surga, Arsy yang agung, bahkan lebih jauh lagi hingga La Makān ( Sidratul Muntaha ), dalam rentang waktu yang sangat singkat, berada di luar jangkauan akal. Itulah sebabnya mengapa orang-orang yang hatinya hampa dari cahaya keimanan tidak hanya mengingkari peristiwa besar ini, tetapi juga mengejeknya dengan berbagai cara. Akan tetapi, mereka yang hatinya dipenuhi cahaya keimanan, tidak akan terjerumus dalam kekhawatiran atau keraguan apa pun, dan mereka pun percaya kepada mukjizat Nabi ini tanpa bukti apa pun. Seperti halnya yang diriwayatkan mengenai Sayyidina Abu Bakar As Shiddiq رَضِیَ اللہُ تَعَالٰی عَنْہُ .


 

 



[1] Sīrate Muṣṭafā, hal. 735